Senin, 12 Desember 2011

ASKEP ANAK


Askep Diare Akut Dehidrasi Sedang

Definisi Diare
Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari.
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.
Menurut C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Etiologi Diare
1.      Faktor infeksi : Bakteri ( Shigella, Shalmonella, Vibrio kholera), Virus (Enterovirus), parasit (cacing), Kandida (Candida Albicans).
2.      Faktor parentral : Infeksi dibagian tubuh lain (OMA sering terjadi pada anak-anak).
3.      Faktor malabsorbsi : Karbohidrat, lemak,  protein.
4.      Faktor makanan : Makanan basi, beracun, terlampau banyak lemak, sayuran dimasak kurang matang.
5.      Faktor Psikologis : Rasa takut, cemas.
Patofisiologi Diare


Pengkajian Keperawatan pada Klien Diare
1.      Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi  usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2.      Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3.      Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4.      Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5.      Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan mencuci tangan.
6.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7.      Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan  makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
8.      Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a.       Pertumbuhan
o   Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg),  PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
o   Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
o   Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
o   Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b.      Perkembangan
o   Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
o   Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn keterampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh dari kemampuannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
o   Gerakan kasar dan halus, bicara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
1.      Berdiri  dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun  2 hitungan (GK)
2.      Meniru membuat garis lurus (GH)
3.      Menyatakan keinginan   sedikitnya dengan dua kata (BBK)
4.      Melepasa pakaian sendiri (BM)
9.      Pemeriksaan Fisik
a.       pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b.      keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c.       Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih
d.      Mata : cekung, kering, sangat cekung
e.       Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f.       Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g.      Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .
h.       Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i.        Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j.        Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
10.  Pemeriksaan Penunjang
1)         Laboratorium :
  • feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
  • Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
  • AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2 meningkat, HCO3 menurun )
  • Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2)         Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni
Penatalaksanaan Diare
Rehidrasi
1.      jenis cairan
1)      Cara rehidrasi oral
o   Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti orali, pedyalit setiap kali diare.
o   Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)
2)      Cara parenteral
o  Cairan I  : RL dan NS
o  Cairan II : D¼ salin,nabic. KCL
D5 : RL = 4 : 1  + KCL
D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL
o  HSD (half strengh darrow) D ½  2,5 NS cairan khusus pada diare usia > 3 bulan.
2.      Jalan pemberian
1)      Oral  (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik)
2)      Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun)
3.      Jumlah cairan ; tergantung pada :
1)      Defisit ( derajat dehidrasi)
2)      Kehilangan sesaat (concurrent less)
3)      Rumatan (maintenance).
4.      Jadwal / kecepatan cairan
1)      Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat badanya kurang lebih 13 kg : maka pemberianya adalah :
o   BB (kg) x 50 cc
o   BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.
2)      Terapi standar pada anak dengan diare sedang :
+ 50 cc/kg/3 jam  atau 5 tetes/kg/mnt
Terapi
1.      obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg
klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari
2.      onat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide
3.      antibiotik :  bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta
Dietetik
a.         Umur > 1 tahun dengan BB>7 kg, makanan  padat / makanan cair atau susu
b.         Dalam keadaan malbasorbsi berat serta alergi protein susu sapi dapat diberi elemen atau semi elemental formula.
Supportif
Vitamin A 200.000. IU/IM, usia 1 – 5 tahun
Diagnosa Keperawatan pada Klien Diare
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang
2.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
3.      Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare
4.      Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5.      Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
6.      Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Intervensi Keperawatan pada Klien Diare
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
o   Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,5c, RR : < 40 x/mnt )
o   Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
o   Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1)        Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
Rasional : Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
2)        Pantau intake dan output
Rasional : Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3)        Timbang berat badan setiap hari
Rasional : Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
4)        Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
Rasional : Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5)        Kolaborasi :
-          Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
Rasional : koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
-          Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
Rasional : Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
-          Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
Rasional : anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan        : setelah dilakukan  tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria        : – Nafsu makan meningkat
-          BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1)        Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
Rasional : Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
2)        Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau  yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat
Rasional : situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3)        Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
Rasional : Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4)        Monitor  intake dan out put dalam 24 jam
Rasional : Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5)        Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a.       terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b.      obat-obatan atau vitamin ( A)
Rasional : Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan        :  Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1)        Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
Rasional : Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2)        Berikan kompres hangat
Rasional : merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
3)        Kolaborasi pemberian antipirektik
Rasional : Merangsang pusat pengatur panas di otak
Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan   peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan      : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu
Kriteria hasil : – Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
-             Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
1)        Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
Rasional : Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2)        Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
Rasional : Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces
3)        Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
Rasional : Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan irirtasi .
Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan      : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil :  Mau menerima  tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
1)      Libatkan keluarga dalam melakukan  tindakan perawatan
Rasional : Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2)      Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
Rasional : mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3)      Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
Rasional : menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4)      Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
Rasional : Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
5)      Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak
Daftar Pustaka
Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. EGC. Jakarta.
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo. Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta
Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta
Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta
askep diare akut dehidrasi sedang

PostHeaderIcon Askep Anak dengan Ensefalitis

askep-meningitis

Askep Anak dengan

Ensefalitis

Pengertian Ensefalitis
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent.
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikroorganisme (Hassan, 1997). Pada ensefalitis terjadi peradangan jaringan otak yang dapat mengenai selaput pembungkus otak dan medula spinalis.
Patogenesis Ensefalitis
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna, setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
1.  Setempat: virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
2.  Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah. Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
3.  Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .
Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gangguan kesadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.
Penyebab   Ensefalitis
Penyebab terbanyak    : adalah virus
Sering  :
- Herpes simplex
- Arbo virus
Jarang :
- Entero virus
- Mumps
- Adeno virus
Post Infeksi :
- Measles
- Influenza
- Varisella
Post Vaksinasi : – Pertusis
Ensefalitis supuratif akut :
Bakteri penyebab Esenfalitis adalah : Staphylococcusaureus, Streptokok, E.Coli, Mycobacterium dan T. Pallidum.
Ensefalitis virus:
Virus yang menimbulkan adalah virus R N A (Virus Parotitis) virus morbili, virus rabies, virus rubella,virus denque,virus polio, cockscakie A,B, Herpes Zoster, varisela, Herpes simpleks, variola.
Gejala-Gejala Ensefalitis
-  Panas badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy ,kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
-   Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran , bicara dan kejang.
Pengkajian Keperawatan
1.  Identitas
Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur.
2.  Keluhan utama
Panas badan meningkat, kejang, kesadaran menurun.
3.  Riwayat penyakit sekarang
Mula-mula anak rewel , gelisah , muntah-muntah , panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari , sakit kepala.
4.  Riwayat penyakit dahulu
Klien sebelumnya menderita batuk , pilek kurang lebih 1-4 hari, pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan tenggorokan.
5.  Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh : Herpes dll. Bakteri contoh : Staphylococcus Aureus, Streptococcus , E , Coli, dll.
6.  Imunisasi
Kapan terakhir diberi imunisasi DTP
Karena ensefalitis dapat terjadi post imunisasi pertusis.
-  Pertumbuhan dan Perkembangan
Pola-Pola Fungsi Kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Kebiasaan
sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur , kebiasaan buang air besar di WC, lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)
Status Ekonomi
Biasanya menyerang klien dengan status ekonomi rendah.
Pola Nutrisi dan Metabolisme
Menyepelekan anak yang sakit ,tanpa pengobatan yang semPemenuhan Nutrisi
Biasanya klien dengan gizi kurang asupan makana dan cairan dalam jumlah kurang dari kebutuhan tubuh.,
Pada pasien dengan Ensefalitis biasanya ditandai
Dengan adanya mual, muntah, kepalah pusing, kelelahan.
Status Gizi yang berhubungan dengan keadaan tubuh.
Postur tubuh biasanya kurus ,rambut merah karena kekurangan vitamin A, berat badan kurang dari normal.
Menurut rumus dari Beharman tahun 1992, umur 1  sampai 6 tahun
Umur (dalam tahun) x 2 + 8
Tinggi badan menurut Beharman umur 4 sampai 2 x tinggi badan lahir.
Perkembangan badan biasanya kurang karena asupan makanan yang bergizi kurang.
Pengetahuan tentang nutrisi  biasanya pada orang tua anak yang kurang  pengetahuan tentang nutrisi.
Yang dikatakan gizi kurang bila berat badan kurang dari 70% berat badan normal.
Pola Eliminasi
Kebiasaan Defekasi sehari-hari
Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak dapat melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.
Kebiasaan Miksi sehari-hari
Biasanya pada pasien Ensefalitis kebiasaan mictie normal frekuensi normal.
Jika kebutuhan cairan terpenuhi.
Jika terjadi gangguan kebutuhan cairan maka produksi urine akan menurun, konsentrasi urine pekat.
Pola tidur dan istirahat
Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat dievaluasi karena pasien sering mengalami apatis sampai koma.
Pola Aktivitas
a.   Aktivitas sehari-hari : klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis dengan gizi buruk mengalami kelemahan.
b.   Kebutuhan gerak dan latihan : bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan positif.
Upaya pergerakan sendi : bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka dilakukan latihan pasif sesuai ROM
Kekuatan otot berkurang karena px Ensefalitisdengan gizi buruk .
Kesulitan yang dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung ,ginjal ,mudah terkena infeksi ane
berat,aktifitas togosit turun ,Hb turun ,punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan.
Pola Hubungan Dengan Peran
Interaksi dengan keluarga / orang lain  biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang karena kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.
Pola Persepsi dan pola diri
Pada klien Ensenfalitis umur > 4 ,pada persepsi dan konsep diri
Yang meliputi Body Image ,seef Esteem ,identitas deffusion deper somalisasi belum bisa menunjukkan perubahan.
Pola sensori dan kuanitif
a.   Sensori
-          Daya penciuman
-          Daya  rasa
-          Daya raba
-          Daya penglihatan
-          Daya pendengaran.
b.   Kognitif :
Pola Reproduksi Seksual
Bila anak laki-laki apakah testis sudah turun, fimosis tidak ada.
Pola penanggulangan Stress
Pada pasien Ensefalitis karena terjadi gangguan kesadaran  :
-  Stress fisiologi à biasanya anak hanya dapat mengeluarkan air mata saja ,tidak bisa menangis dengan keras (rewel) karena terjadi afasia.
-          Stress Psikologi tidak di evaluasi.
Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Anak umur 3-4 tahun belum bisa dikaji
Pemeriksaan Laboratorium / Pemeriksaan Penunjang
Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan meskipun tidak begitu membantu. Biasanya berwarna jernih ,jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasi difus (aktifitas lambat bilateral).Bila terdapat tanda klinis flokal yang ditunjang dengan gambaran EEG atau CT scan dapat dilakukan biopal otak di daerah yang bersangkutan. Bila tidak ada tanda klinis flokal, biopsy dapat dilakukan pada daerah lobus temporalis yang biasanya menjadi predileksi virus Herpes Simplex.
Patofisiologi Ensefalitis
ensefalitis
Diagnosa Keperawatan Ensefalitis
1.         Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun.
2.         Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
3.         Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umu.
4.         Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis, gelisah.
5.         Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan ROM terbatas.
6.         Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
7.         Gangguan sensorik motorik (penglihatan, pendengaran, gaya bicara) b/d kerusakan susunan saraf pusat.
8.         Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan sakit kepala mual.
9.         Resiko gangguan integritas kulit b/d daya pertahanan tubuh terhadap infeksi turun.
10.     Resiko terjadi kontraktur b/d spastik berulang.
Diagnosa  Keperawatan  I
Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan:
-  tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil:
-  Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
Intervensi
1.      Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik petugas atau pengunjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang mengalami nfeksi saluran nafas atas.
2.      Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi.
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi perkembangan Meningkosamia .
3.      Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.
Diagnosa Keperawatan II
Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum
Tujuan :
-          Tidak terjadi trauma
Kriteria hasil    :
-          Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain
Intervensi :
1.   Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah tidak tergigit.
Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat mulut relaksasi.
2.      Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
3.      Kolaborasi.
Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
4.      Abservasi tanda-tanda vital
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.
Diagnosa Keperawatan  III
Resiko terjadi kontraktur b/d kejang spastik berulang
Tujuan             :
-          Tidak terjadi kontraktur
Ktiteria hasil    :
-          Tidak terjadi kekakuan sendi
-          Dapat menggerakkan anggota tubuh
Intervensi
1.      Berikan penjelasan pada ibu klien tentang penyebab terjadinya spastik , terjadi kekacauan sendi.
R/ . Dengan diberi penjelasan diharapkan keluarga mengerti dan mau membantu program perawatan .
2.      Lakukan latihan pasif mulai ujung ruas jari secara bertahap
R/    Melatih melemaskan otot-otot, mencegah kontraktor.
3.      Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam
R/    Dengan melakukan perubahan posisi diharapkan perfusi ke jaringan lancar, meningkatkan daya pertahanan tubuh .
4.      Observasi gejala kardinal setiap 3 jam
R/   Dengan melakukan observasi dapat melakukan deteksi dini bila ada kelainan dapat dilakukan intervensi segera
5.      Kolaborasi untuk pemberian pengobatan spastik dilantin / valium sesuai indikasi
R/   Diberi dilantin / valium , bila terjadi kejang  spastik ulang
Daftar Pustaka
Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak, Pedoman Diagnosis dan Terapi, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya, 1998
Ngastiyah, Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1997.
Rahman M, Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium, Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba, Jakarta, 1986.
Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta ,1993.
Sutjinigsih (1995), Tumbuh kembang Anak, Penerbit EGC, Jakarta.

PostHeaderIcon Askep Ispa Pada Balita

.

Asuhan Keperawatan Pada Balita

Dengan Infeksi Saluran Pernafasan

.

askep-ispa-neonatusPengertian ISPA

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafasdalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).

Angka Kejadian dan Diagnosis ISPA

Pada rumah sakit umum yang telah menjadi rumah sakit rujukan terdapat 8,76 %-30,29% bayi dan neonatal yang masih mengalami infeksi dengan angka kematian mencapai 11,56%-49,9%. Pengembangan perawatan yang canggih mengundang masalah baru yakni meningkatnya infeksi nosokomial yang biasanya diakhiri dengan keadaan septisemia yang berakhir dengan kematian (Victor dan Hans; 1997; 220).
Diagnosis dari penyakit ini adalah melakukan kultur (biakan kuman) dengan swab sebagai mediator untuk menunjukkan adanya kuman di dalam saluran pernafasan. Pada hitung jenis (leukosit) kurang membantu sebab pada hitung jenis ini tidak dapat membedakan penyebab dari infeksi yakni yang berasal dari virus atau streptokokus karena keduanya dapat menyebabkan terjadinya leukositosis polimorfonuklear (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 453).

Etiologi Dan Karakteristik Infeksi Saluran Pernafasan

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419).
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksisaluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni golongan A b-hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.
Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu.
Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta  kongesti paru.
Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).

Manifestasi Klinis ISPA

Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hisung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).

Terapi dan Penatalaksanaan ISPA

Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya kongesti hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik sertaantipiretikAntibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret.
Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).

Diagnosis Banding

Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa diagnosis banding yaitu difteri, mononukleosis infeksiosa dan agranulositosis yang semua penyakit diatas memiliki manifestasi klinis nyeri tenggorokan dan terbentuknya membrana. Mereka masing-masing dibedakan melalui biakan kultur melalui swab, hitungan darah dan test Paul-bunnell. Pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus manifestasi lain yang muncul adalah nyeri abdomen akuta yang sering disertai dengan muntah (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 454).

Tanda dan Gejala

1.    Demam, pada neonatus mungkin jarang terjadi tetapi gejala demam muncul jika anak sudah mencaapai usia 6 bulan sampai dengan 3 tahun. Seringkali demam muncul sebagai tanda pertama terjadinya infeksi. Suhu tubuh bisa mencapai 39,5OC-40,5OC.
2.    Meningismus, adalah tanda meningeal tanpa adanya infeksi pada meningens, biasanya terjadi selama periodik bayi mengalami panas, gejalanya adalah nyeri kepala, kaku dan nyeri pada punggung serta kuduk, terdapatnya tanda kernig dan brudzinski.
3.    Anorexia, biasa terjadi pada semua bayi yang mengalami sakit. Bayi akan menjadi susah minum dan bhkan tidak mau minum.
4.    Vomiting, biasanya muncul dalam periode sesaat tetapi juga bisa selama bayi tersebut mengalami sakit.
5.    Diare (mild transient diare), seringkali terjadi mengiringi infeksi saluran pernafasan akibat infeksi virus.
6.    Abdominal pain,  nyeri pada abdomen mungkin disebabkan karena adanya lymphadenitis mesenteric.
7.    Sumbatan pada jalan nafas/ Nasal, pada saluran nafas yang sempit akan lebih mudah tersumbat oleh karena banyaknya sekret.
8.    Batuk, merupakan tanda umum dari tejadinya infeksi saluran pernafasan, mungkin tanda ini merupakan tanda akut dari terjadinya infeksi saluran pernafasan.
9.    Suara nafas, biasa terdapat wheezing, stridor, crackless, dan tidak terdapatnya suara pernafasan (Whaley and Wong; 1991; 1419).

Pengkajian Keperawatan

Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.
Pola, cepat (tachynea) atau normal.
Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.
Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum (Whaley and Wong; 1991; 1420).

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans; 1997; 224).

Diagnosa Keperawatan

1.    Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan, nyeri.
Tujuan:
Pola nafas kembali efektif dengan kriteria: usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
Intervensi:
a.    Berikan posisi yang nyaman sekaligus dapat mengeluarkan sekret dengan mudah.
b.    Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
c.    Anjurkan pada keluarga untuk membawakan baju yang lebih longgar, tipis serta menyerap keringat.
d.   Berikan O2 dan nebulizer sesuai dengan instruksi dokter.
e.    Berikan obat sesuai dengan instruksi dokter (bronchodilator).
f.     Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam pernafasan.
2.    Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan:
Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret dengan kriteria: jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret.
Intervensi:
a.    Lakukan penyedotan sekret jika diperlukan.
b.    Cegah jangan sampai terjadi posisi hiperextensi pada leher.
c.    Berikan posisi yang nyaman dan mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone danside lying position).
d.   Berikan nebulizer sesuai instruksi dokter.
e.    Anjurkan untuk tidak memberikan minum agar tidak terjadi aspirasi selama periode tachypnea.
f.     Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan parenteral yang adekuat.
g.    Berikan kelembaban udara yang cukup.
h.    Observasi pengeluaran sekret dan tanda vital.
3.    Cemas berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak
Tujuan:
Menurunnya kecemasan yang dialami oleh orang tua dengan kriteria: keluarga sudah tidak sering bertanya kepada petugas dan mau terlibat secara aktif dalam merawat anaknya.
Intervensi:
a.    Berikan informasi secukupnya kepada orang tua (perawatan dan pengobatan yang diberikan).
b.    Berikan dorongan secara moril kepada orang tua.
c.    Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.
d.   Anjurkan kepada keluarga agar bertanya jika melihat hal-hal yang kurang dimengerti/ tidak jelas.
e.    Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam perawatan anaknya.
f.     Observasi tingkat kecemasan yang dialami oleh keluarga.

DAFTAR PUSTAKA
Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC.
Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume II   book 1. USA: CV. Mosby-Year book. Inc
Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta
Gordon,et.al,2001, Nursing Diagnoses : definition & Classification 2001-2002,Philadelpia,USA
Naning R,2002,Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu Kesehatan Anak) PSIK FK UGM tidak dipublikasikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar