Sabtu, 04 Februari 2012

ASKEP KMB


askep BATU GINJAL

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN BATU GINJAL


KONSEP MEDIS

Pengertian
Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu buli-buli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentu di dalam divertikel uretra.
Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69).

Insidens dan Etiologi
Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas (gunjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12 % penduduk menderita batu saluran kemih.
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik)
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.

Faktor intrinsik, meliputi:
Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.

Faktor ekstrinsik, meliputi:
Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
Iklim dan temperatur
Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih.
Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih
Beberapa teori terbentuknya batu saluran kemih adalah:
Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih.
Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu.
Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih.

Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif.

Batu Kalsium
Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium adalah:
Hiperkasiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid.
Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.
Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen.
Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.
Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium ddengan oksalat.

Batu Struvit
Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus) yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.

Batu Urat
Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6, volume urine < 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria.

Patofisiologi
Batu saluran kemih dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal)


Gambaran Klinik dan Diagnosis

Keluhan yang disampaikan pasien tergantung pada letak batu, besar batu dan penyulit yang telah terjadi. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok di daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi yang sakit akibat hidronefrosis, ditemukan tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine dan jika disertai infeksi didaptkan demam/menggigil.
Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu salran kemih (kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine).
Pembuatan foto polos abdomen bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radio-opak dan paling sering dijumpai di atara jenis batu lain. Batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen).
Pemeriksaan pieolografi intra vena (PIV) bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi opak atau batu non opak yang tidak tampak pada foto polos abdomen.
Ultrasongrafi dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV seperti pada keadaan alergi zat kontras, faal ginjal menurun dan pada pregnansi. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (tampak sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis atau pengkerutan ginjal.

Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih harus segera dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan pada batu saluran kemih adalah telah terjadinya obstruksi, infeksi atau indikasi sosial. Batu dapat dikeluarkan melalui prosedur medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL, melalui tindakan endo-urologi, bedah laparoskopi atau pembedahan terbuka.

Pencegahan
Setelah batu dikelurkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalahupaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh >50% dalam 10 tahun.
Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah:
Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per hari
Diet rendah zat/komponen pembentuk batu
Aktivitas harian yang cukup
Medikamentosa
Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan adalah:
Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
Rendah oksalat
Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria
Rendah purin
Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type II

FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1.    Aktivitas/istirahat:
Gejala:
-    Riwayat pekerjaan monoton, aktivitas fisik rendah, lebih banyak duduk
-    Riwayat bekerja pada lingkungan bersuhu tinggi
-    Keterbatasan mobilitas fisik akibat penyakit sistemik lainnya (cedera serebrovaskuler, tirah baring lama)

2.    Sirkulasi
Tanda:
-    Peningkatan TD, HR (nyeri, ansietas, gagal ginjal)
-    Kulit hangat dan kemerahan atau pucat

3.    Eliminasi
Gejala:
-    Riwayat ISK kronis, obstruksi sebelumnya
-    Penrunan volume urine
-    Rasa terbakar, dorongan berkemih
-    Diare
Tanda:
-    Oliguria, hematuria, piouria
-    Perubahan pola berkemih

4.    Makanan dan cairan:
Gejala:
-    Mual/muntah, nyeri tekan abdomen
-    Riwayat diet tinggi purin, kalsium oksalat dan atau fosfat
-    Hidrasi yang tidak adekuat, tidak minum air dengan cukup
Tanda:
-    Distensi abdomen, penurunan/tidak ada bising usus
-    Muntah

5.    Nyeri dan kenyamanan:
Gejala:
-    Nyeri hebat pada fase akut (nyeri kolik), lokasi nyeri tergantung lokasi batu (batu ginjal menimbulkan nyeri dangkal konstan)
Tanda:
-    Perilaku berhati-hati, perilaku distraksi
-    Nyeri tekan pada area ginjal yang sakit

6.    Keamanan:
Gejala:
-    Penggunaan alkohol
-    Demam/menggigil

7.    Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
-    Riwayat batu saluran kemih dalam keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis
-    Riwayat penyakit usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme
-    Penggunaan antibiotika, antihipertensi, natrium bikarbonat, alopurinul, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin.

1.    Tes Diagnostik
Lihat konsep medis.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri (akut) b/d peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.
Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.
Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) b/d mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

INTERVENSI KEPERAWATAN

Nyeri (akut) b/d peningkatan frekuensi kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.


INTERVENSI KEPERAWATAN    RASIONAL   
1.    Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri (skala 1-10) dan penyebarannya. Perhatiakn tanda non verbal seperti: peningkatan TD dan DN, gelisah, meringis, merintih, menggelepar.

2.    Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kepada staf perawatan setiap perubahan karakteristik nyeri yang terjadi.

3.    Lakukan tindakan yang mendukung kenyamanan (seperti masase ringan/kompres hangat pada punggung, lingkungan yang tenang)

4.    Bantu/dorong pernapasan dalam, bimbingan imajinasi dan aktivitas terapeutik.

5.    Batu/dorong peningkatan aktivitas (ambulasi aktif) sesuai indikasi disertai asupan cairan sedikitnya 3-4 liter perhari dalam batas toleransi jantung.

6.    Perhatikan peningkatan/menetapnya keluhan nyeri abdomen.

7.    Kolaborasi pemberian obat sesuai program terapi:
-    Analgetik
-    Antispasmodik
-    Kortikosteroid

8.    Pertahankan patensi kateter urine bila diperlukan.    Membantu evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan batu. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipat paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas pleksus saraf dan pembuluh darah yang menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat dapat menimbulkan gelisah, takut/cemas.
Melaporkan nyeri secara dini memberikan kesempatan pemberian analgesi pada waktu yang tepat dan membantu meningkatkan kemampuan koping klien dalam menurunkan ansietas.
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot.
Mengalihkan perhatian dan membantu relaksasi otot.
Aktivitas fisik dan hidrasi yang adekuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah stasis urine dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.
Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasiurine ke dalam area perrenal, hal ini merupakan kedaruratan bedah akut.

Analgetik (gol. narkotik) biasanya diberikan selama episode akut untuk menurunkan kolik ureter dan meningkatkan relaksasi otot/mental.
Menurunkan refleks spasme, dapat menurunkan kolik dan nyeri.

Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan untuk membantu gerakan batu.

Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan risiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.





Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan peradangan.


INTERVENSI KEPERAWATAN    RASIONAL   
1.    Awasi asupan dan haluaran, karakteristik urine, catat adanya keluaran batu.

2.    Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi yang terjadi.

3.    Dorong peningkatan asupan cairan.

4.    Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran.

5.    Pantau hasil pemeriksaan laboratorium  (elektrolit, BUN, kreatinin)
6.    Berikan obat sesuai indikasi:
-    Asetazolamid (Diamox), Alupurinol (Ziloprim)

-    Hidroklorotiazid (Esidrix, Hidroiuril), Klortalidon (Higroton)

-    Amonium klorida, kalium atau natrium fosfat (Sal-Hepatika)

-    Agen antigout mis: Alupurinol (Ziloprim)

-    Antibiotika

-    Natrium bikarbonat

-    Asam askorbat

7.    Pertahankan patensi kateter tak menetap (uereteral, uretral atau nefrostomi).
8.    Irigasi dengan larutan asam atau alkali sesuai indikasi.

9.    Siapkan klien dan bantu prosedur    endoskopi.    Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi. Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi
Batu saluran kemih dapat menyebabkan peningkatan eksitabilitas saraf sehingga menimbulkan sensasi kebutuhan berkemih segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat bila batu mendekati  pertemuan uretrovesikal.
Peningkatan hidrasi dapat membilas bakteri, darah, debris dan membantu lewatnya batu.
Akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP.
Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit menjukkan disfungsi ginjal

Meningkatkan pH urine (alkalinitas) untuk menurnkan pembentukan batu asam.

Mencegah stasis urine ddan menurunkan pembentukan batu kalsium.

Menurunkan pembentukan batu fosfat


Menurnkan produksi asam urat.


Mungkin diperlukan bila ada ISK

Mengganti kehilangan yang tidak dapat teratasi selama pembuangan bikarbonat dan atau alkalinisasi urine, dapat mencegah pemebntukan batu.

Mengasamkan urine untuk mencegah berulangnay pembentukan batu alkalin.
Mungkin diperlukan untuk membantu kelancaran aliran urine.

Mengubah pH urien dapat membantu pelarutan batu dan mencegah pembentukan batu selanjutnya.
Berbagai prosedur endo-urologi dapat dilakukan untuk mengeluarkan batu.




Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) b/d mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter, diuresis pasca obstruksi.


INTERVENSI KEPERAWATAN    RASIONAL   

1.    Awasi asupan dan haluaran


2.    Catat insiden dan karakteristik muntah, diare.



3.    Tingkatkan asupan cairan 3-4 liter/hari.


4.    Awasi tanda vital.


5.    Timbang berat badan setiap hari.


6.    Kolaborasi pemeriksaan HB/Ht dan elektrolit.

7.    Berikan cairan infus sesuai program terapi.

8.    Kolaborasi pemberian diet sesuai keadaan klien.



9.    Berikan obat sesuai program terapi      (antiemetik misalnya Proklorperasin/ Campazin).

Mengevaluasi adanya stasis urine/kerusakan ginjal.

Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka menghubungkan kedua ginjal dengan lambung.

Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostasis, juga dimaksudkan sebagai upaya membilas batu keluar.

Indikator hiddrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi.

Peningkatan BB yang cepat mungkin berhubungan dengan retensi.

Mengkaji hidrasi dan efektiviatas intervensi.

Mempertahankan volume sirkulasi (bila asupan per oral tidak cukup)

Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas saluran cerna, mengurangi iritasi dan membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi.

Antiemetik mungkin diperlukan untuk menurunkan mual/muntah.




Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.


INTERVENSI KEPERAWATAN    RASIONAL   

1.    Tekankan pentingnya memperta-hankan asupan hidrasi 3-4 liter/hari.


2.    Kaji ulang program diet sesuai indikasi.
-    Diet rendah purin
-    Diet rendah kalsium
-    Diet rendah oksalat
-    Diet rendah kalsium/fosfat


3.    Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas.



4.    Jelaskan tentang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik (nyeri berulang, hematuria, oliguria)


5.    Tunjukkan perawatan yang tepat terhadap luka insisi dan kateter bila ada.

Pembilasan sistem ginjal menurunkan kesemapatan stasis ginjal dan pembentukan batu.

Jenis diet yang diberikan disesuaikan dengan tipe batu yang ditemukan.






Obat-obatan yang diberikan bertujuan untuk mengoreksi asiditas atau alkalinitas urine tergantung penyebab dasar pembentukan batu.

Pengenalan dini tanda/gejala berulangnya pembentukan batu diperlukan untuk memperoleh intervensi yang cepat sebelum timbul komplikasi serius.

Meningkatakan kemampuan rawat diri dan kemandirian.






















askep kraniotomi



LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN POST CRANIOTOMI E.C NEOPLASMA

A. Definisi
a.       Tumor
Tumor adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan benigna (jinak) dalam setiap bagian tubuh. Pertmbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit dan berkembang dengan mengorbankan manusia yang menjadi hospesnya. (Sue Hinchliff, 1997).
b.      Tumor otak
Tumor otak  adalah tumor jinak pada selaput otak atau salah satu otak. (Rosa Marion, 2000)
c.       Karsinoma otak (maligna)
Karsnoma otak adalah neoplasma yang tumbuh di selaput otak.
d.      Neoplasama
Neoplasma ialah sekumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus menerus secara terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh. (Achmad Tjarta, 1973).

BEtiologi
Penyeban tumor otak belum diketahui pasti, tapi dapat diperkirakan karena :
1.    Genetik
Tumor susunan saraf pusat primer nerupakan komponen besar dari beberapa gangguan yang diturunkan sebagi kondisi autosomal, dominant termasuk sklerasis tuberose, neurofibromatosis.
2.    Kimia dan Virus
Pada binatang telah ditemukan bahwa karsinogen kimia dan virus menyebabkan terbentuknya neoplasma primer susunan saraf pusat tetapi hubungannya dengan tumor pada manusia masih belum jelas.


3.    Radiasi
Pada manusia susunan saraf pusat pada masa kanak-kanak menyebablkan terbentuknya neoplasma setelah dewasa.
4.    Trauma
Trauma yang berulang menyebabkan terjadinya meningioma (neoplasma selaput otak). Pengaruh trauma pada patogenesis neoplasma susunan saraf pusat belum diketahui.

C. Klasifikasi
1.    Glioma
Jumlah ½ tumor otak. Tumbuh pada tiap jaringan dari otak. Infiltrasi dari terutama ke jaringan hemisfer cerebral. Tumbuh sangat cepat, sebagian orang bias hidup beberapa bulan sampai tahun.
2.    Meningoma
Dari 13 % sampai 18 % merupakan tumor primer intracranial. Tumbuh dari selaput meningeal otak. Biasanya jinak tapi bisa berubah menjadi maligna. Biasanya berkapsul dan penyembuhan melaui bedah sangat mungkin. Pertumbuhan kembali mungkin
3.    Tumor Pituitari
Tumor pada semua kelompok umur, tapi lebih sering pada wanita. Tumbuh dari berbagai jenis jaringan. Pendekatan pembedahan biasanya berhasil. Kekembuhan kembali mungkin.
4.    Neuroma (Schwannoma, neuro)
Neuroma akustik sangat sering. Tumbuh dari sel-sel Schwann di dalam meatus auditori pada bagian vestibular saraf cranial III. Biasanya jinak bisa berubah menjadi maligna. Akan tmbuh kembali bila tidak terangkat lengkap. Reseksi bedah sukar karena lokasinya.
5.    Tumor Metastase
Dari 2 % sampai 20 % penderita kanker terjadi metastase ke otak Sel kanker menjangkau otak lewat sistem sirkulasi. Reaksi bedah sangat sukar, pemgobatan kurang berhasil. Pemulihan dibawah satu tahun atau dua tahun tidak biasa.
D. Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Bebrapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat ganggguan neurologist fokal.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak. Semuanya menimbulkan kenaikan volume intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebelum yang timbul bilagirus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak ketiga. Kompresi medula oblogata dan henti pernafasan terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan gangguan pernafasan.

Pathway (terlampir)

E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala tumor otak sangat bervariasi, tergantung pada tempat lesi dan kecepatan pertumbuhannya, antara lain :
1.  Lobus Frontalis
·      Gangguan kepribadian
·      Epilepsi
·      Afasia mototik
·      Hemiparesis
·      Ataksia
·      Gangguan bicara
·      Gangguan gaya berjalan
2. Lobus Oksipitalis
·      Gangguan penglihatan
3. Lobus Temporalis Halusinasi
·      Kejang psikomotor
·      Tinitus (bunyi berdengung atau berdesing)
·      Kesulitan menyebutkan objek
4. Lobus Parietalis
·      Tidak mampu merekam gambar
·      Tidak dapat membedakan mana kiri mana kanan.



F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Arterigrafi atau Ventricolugram ; untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel dan cisterna.
b. CT – SCAN ; Dasar dalam menentukan diagnosa.
c. Radiogram ; Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan dan klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang mengapur; dan posisi selatursika.
d. Elektroensefalogram (EEG) : Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron.
e. Ekoensefalogram : Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra serebral.
f.  Sidik otak radioaktif  : Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif.

G.  Penatalaksanaan Medis
1.      Pembedahan dengan craniotomy
2.      Radiotherapi
Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula merupakan therapi tunggal. Adapun efek samping : kerusakan kulit di sekitarnya, kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot pectoralis, radang tenggorkan.
3.      Kemoterapi
Pemberian obat-obatan anti tumor yang sudah menyebar dalam aliran darah.
Efek samping : lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan, kerontokan membuat, mudah terserang penyakit.
4.      Manipulasi hormonal.
Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah bermetastase.
5.      Psikologi
Tujuan penatalaksanaan unit gawat darurat pada injury kepala pasien yang post-operative adalah sama sepeti pre-operativ, yakni: optimisasi physiologic. Prinsip kontrol tekanan intracranial dan optimisasi perfusi tekanan cerebral seperti halnya pemeliharaan oxygenation yang cukup dari perfusi darah :
a.       Ventilasi
Hyperventilation bukanlah suatu therapy yang tidak berbahaya ( disebabkan alkalosis, hypokalemia, vasoconstricsi dengan ischemia) dan bagaimanapun secara relatif tidak efektif dalam  pengerutan pembuluh darah cerebral setelah beberapa jam. Normocapnia harus dirawat sedapat mungkin. Drainase CSF dari suatu kateter/pipa ventricular dalam saluran tubuh lebih disukai untuk mereduksi/mengurangi ICP ( dan optimisasi pada tekanan perfusion cerebral) untuk metabolically deranging therapies seperti hyperventilation dan diuresis.
b.      Fluids/cairan
Walaupun penggantian cairan  bukan sebagian besar diantaranya intracranial sebagai intra-abdominal atau perawatan intrathoracic post operasi trauma kepala penatalaksanaan cairan adalah komplikasi perawatan pada kontrol hipertensi intracranial seperti diuresis dan hyperventilation kedua-duanya yang mana cenderung  menyebabkan berkurangnya volume dan metabolisme alkalosis. Solusinya Isotonik IV harus digunakan dalam semua kasus. Jumlah volume Darah yang bagus tidak hanya meningkatkan kapasitas oksigen tetapi juga menyebabkan unsur selularnya tidak pecah ( seperti albumin) ke dalam molekul lebih kecil yang berdifusi ke membran alveolar  dalam paru-paru dan dari intravascular ke ruang extravascular  yang membawa cairan pada paru-paru dan edema cerebral.
Pasien dengan berbagai trauma, laserasi kulit kepala, perdarahan subdural, dan injury sering kehilangan sejumlah darah dalam jumblah yang besar pada saat itu mereka tiba di ruang op di ICU. Transfusi diberikan kepada pasien dengan hematocrit yang rendah  pada level kritis (pada umumnya di bawah 25%) terutama ketika disertai  dengan hypotension, tachycardia, dan berkurangnya urin output.
c.       Nutrisi
Dukungan nuitrisi harus segera setelah trauma kepala craniotomy ketika pasien bowel sounds. Pemberian makanan Enteral itu baik tidak hanya untuk mencegah perdarahan tetapi juga nutrisi diatur melalui  rute ini  jadi lebih siap diserap dan metabolisme tanpa resiko dari hepatitis, sepsis, dan komplikasi lain yang berhubungan dengan total parenteral nutrition ( TPN)., seandainya bowel berbunyi adalah suatu pngembalian lambat, TPN yang pertama dapat dimulai dalam duapuluh empat jam setelah suatu operasi trauma kepala.

H. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang menderita tumor otak ialah :
a. Gangguan fisik neurologist
b. Gangguan kognitif
c. Gangguan tidur dan mood
d. Disfungsi seksual

I.  ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian Sekunder
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan dan kesehatan
- Riwayat keluarga denga tumor
- Terpapar radiasi berlebih.
- Adanya riwayat masalah visual-hilang ketajaman penglihatan dan diplopia
- Kecanduan Alkohol, perokok berat
- Terjadi perasaan abnormal
- Gangguan kepribadian / halusinasi
b. Pola nutrisi metabolik
- Riwayat epilepsy
- Nafsu makan hilang
- Adanya mual, muntah selama fase akut
- Kehilangan sensasi pada lidah, pipi dan tenggorokan
- Kesulitan menelan (gangguan pada refleks palatum dan Faringeal)
c. Pola eliminasi
- Perubahan pola berkemih dan buang air besar (Inkontinensia)
- Bising usus negatif
d. Pola aktifitas dan latihan
- Gangguan tonus otot terjadinya kelemahan otot, gangguan tingkat kesadaran
- Resiko trauma karena epilepsy
- Hamiparase, ataksia
- Gangguan penglihatan
- Merasa mudah lelah, kehilangan sensasi (Hemiplegia)
e. Pola tidur dan istirahat
- Susah untuk beristirahat dan atau mudah tertidur
f. Pola persepsi kognitif dan sensori
- Pusing
- Sakit kepala
- Kelemahan
- Tinitus
- Afasia motorik
- Hilangnya rangsangan sensorik kontralateral
- Gangguan rasa pengecapan, penciuman dan penglihatan
- Penurunan memori, pemecahan masalah
- kehilangan kemampuan masuknya rangsang visual
- Penurunan kesadaran sampai dengan koma.
- Tidak mampu merekam gambar
- Tidak mampu membedakan kanan/kiri


g. Pola persepsi dan konsep diri
- Perasaan tidak berdaya dan putus asa
- Emosi labil dan kesulitan untuk mengekspresikan
h. Pola peran dan hubungan dengan sesame
- Masalah bicara
- Ketidakmampuan dalam berkomunikasi ( kehilangan komunikasi verbal/ bicara pelo )
i.  Reproduksi dan seksualitas
- Adanya gangguan seksualitas dan penyimpangan seksualitas
- Pengaruh/hubungan penyakit terhadap seksualitas
j.  Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
- Adanya perasaan cemas,takut,tidak sabar ataupun marah
- Mekanisme koping yang biasa digunakan
- Perasaan tidak berdaya, putus asa
- Respon emosional klien terhadap status saat ini
- Orang yang membantu dalam pemecahan masalah
- Mudah tersinggung
k. Sistem kepercayaan
- Agama yang dianut, apakah kegiatan ibadah terganggu

3. Diagnosa Keperawatan
Pre-Operasi
a.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan / pertumbuhan sel-sel kanker
b.    Nyeri kepala berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker pada otak/mendesak otak.
c.    Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan pergerakan dan kelemahan.
d.   Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral.
e.    Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra diri
f.     Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi
g.    Kecemasan berhubungan dengan rencana pembedahan

Post-Operasi
a.    Nyeri yang berhubungan dengan efek dari pembedahan
b.    Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra diri.
c.    Kurang pengetahuan tentang tumor otak yang berhubungan dengan ketidaktahuan tentang sumber informasi
d.   Kecemasan yang berhubungan dengan penyakit kronis dan masa depan yang tidak pasti.

3. Rencana Keperawatan
Pre-Operasi
Dx 1. Nyeri berhubungan dengan proses pertumbuhan sel-sel kanker
Tujuan                            : Nyeri berkurang sampai hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Hasil yang diharapkan   :  Nyeri berkurang sampai dengan hilang
Rencana Tindakan         :
1. Kaji karakteristik nyeri, lokasi, frekfensi
R/ mengtahui tingkat nyeri sebagai evaluasi untuk intervensi selanjutnya
2. Kaji faktor penyebab timbul nyeri (takut , marah, cemas)
R/ dengan mengetahui faktor penyebab nyeri menentukan tindakan untuk mengurangi nyeri
3. Ajarkan tehnik relaksasi tarik nafas dalam
R/ tehnik relaksasi dapat mengatsi rasa nyeri
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
R/ analgetik efektif untuk mengatasi nyeri
Dx 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan.
Tujuan                            : Kebutuhsn nutrisi dapat terpenuhi setelah dilakukan keperawatan
Hasil yang diharapkan   :
- Nutrisi klien terpenuhi
- Mual berkurang sampai dengan hilang.
Rencana tindakan          :
1. Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.
R/ Makanan yang hangat menambah nafsu makan.
2. Kaji kebiasaan makan klien.
R/ Jenis makanan yang disukai akan membantu meningkatkan nafsu makan klien.
3. Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam.
R/ Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi mual.
4. Timbang berat badan bila memungkinkan.
R/ Untuk mengetahui kehilangan berat badan.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin
R/ Mencegah kekurangan karena penurunan absorsi vitamin larut dalam lemak
Dx 3. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan pergerakan dan kelemahan.
Tujuan                : Gangguan mobilitas fisik teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil     : Pasien mendemonstrasikan tehnik / prilaku yang memungkinkan dilakukannya kembali aktifitas.
Rencana tindakan :
1. Kaji derajat mobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan
( 0-4 )
R / : seseorang dalam semua kategori sama-sama mempunyai resiko kecelakaan.
2. Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan.
R / : Perubahan posisi yang teratur meningkatkan sirkulasi pada seluruh tubuh.
3. Bantu untuk melakukan rentang gerak
R / : Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi
4. Tingkatkan aktifitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan
R / : Proeses penyembuhan yang lambat sering kali menyertai trauma kepala,
keterlibatan pasien dalam perencanaan dan keberhasilan.
5. Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab.
R / : Meningkatkan sirkulasi dan elastisitas kulit
Dx 4. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral.
Tujuan : Klien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat di ekspresikan
Kriteria Hasil :
-       Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi
-       Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
-       Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Intervensi :
1. Kaji tipe/derajat disfungsi seperti pasien tidak tampak memahami kata atau mangalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri
R/ : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam bebrapa atau seluruh tahap proses komunikasi.
2. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik
R/ : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapn yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkan tidak nyata.
3. Minta pasien untuk mengikuti perintah sederhana
R/ : menilai adanya kerusakan motorik
4. Katakan secara langsung pada pasien, bicara perlahan dan tenang
R/ : menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi dan respon pada informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu.

Dx 5. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra diri.
Tujuan                : Gangguan harga diri teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil     : Klien dapat percaya diri dengan keadaan penyakitnya.
Intervensi           :
1. Kaji respon, reaksi keluarga dan pasien terhadap penyakit dan penanganannya.
R/: Untuk mempermudah dalam proses pendekatan.
2.   Kaji hubungan antara pasien dan anggota keluarga dekat.
R/: Support keluarga membantu dalam proses penyembuhan.
3. Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan di rumah.
R/ : Dapat memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi di rumah.
4. Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan.
R/: Dukungan yang terus menerus akan memudahkan dalam proses adaptasi.
Dx 6. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan                : Pengetahuan pasien bertambah mengenai kondisi dan penanganan penyakit setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil     : Pasien mengerti penyebab ginjal dan komplikasinya.
Rencana Keperawatan   :
1. Kaji pemahaman pasien, keluarga mengenai penyebab gagal ginjal dan penanganannya.
R / : Instruksi dasar untuk penyuluhan lebih lanjut.
2. Jelaskan fungsi renal dan konsekuensinya sesuai dengan tingkat pemahaman klien.
R / : Menambah pengetahuan pasien.
3. Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara memahami perubahan akibat penyakit.
R / : Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah.

Dx 7. Kecemasan berhubungan dengan rencana pembedahan
Tujuan                            : Kecemasan dapat diminimalkan setelah dilakukan tindakan keperawatan
Hasil yang diharapkan   : Kecemasan pasien berkurang
Rencana Tindakan         :
1. Jelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
R/ pasien kooperatif dalam segala tindakan dan mengurangi kecemasan pasien
2. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaan akan
ketakutannya
R/ untuk mengurangi kecemasan
3. Evaluasi tingkat pemahaman pasien / orang terdekat tentang diagnosa medik
R/ memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat
4. Akui rasatakut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan perasaan
R/ dukungan memampukan pasien memulai membuka/ menerima kenyataan penyakit dan pengobatan

Post Operasi
Dx 1. Nyeri yang berhubungan dengan efek dari pembedahan.
Tujuan                : Nyeri berkurang sampai hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil     :
- Pasien dapat menjalani aktivitas tanpa merasa nyeri
- Ekspresi wajah rileks
- Klien mendemonstrasikan ketidaknyamananya hilang
Rencana Keperawatan   :
1. Kaji tingkat nyeri (lokasi, durasi, intensitas, kualitas) tiap 4 – 6 jam
R/ : Sebagai indikator awal dalam menentukan intervensi berikutnya
2. Kaji keadaan umum pasien dan TTV
R/ : Sebagai indikator awal dalam menentukan intervensi berikutnya
3. Beri posisi yang menyenangkan bagi pasien
R/ : Untuk membantu pasien dalam pengontrolan nyeri
4. Beri waktu istrahat yang banyak dan kurangi pengunjung sesuai keinginan pasien
R/ : Dapat menurunkan ketidaknyamanan fisik dan emosional
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
R/ : Membantu dalam penyembuhan pasien
Dx 2. Gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra diri.
Tujuan : Gangguan harga diri teratasi setelah dilakuakn tindakan keperawatan
Kriteria Hasil : Klien dapat percaya diri dengan keadaan penyakitnya.
Rencana keperawatan :
1. Kaji respon, reaksi keluarga dan pasien terhadap penyakit dan penanganannya.
R / : Untuk mempermudah dalam proses pendekatan.
2. Kaji hubungan antara pasien dan anggota keluarga dekat.
R / : Support keluarga membantu dalam proses penyembuhan.
3. Libatkan semua orang terdekat dalam pendidikan dan perencanaan perawatan di rumah.
R / : Dapat memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi di rumah.
4. Berikan waktu/dengarkan hal-hal yang menjadi keluhan.
R / : Dukungan yang terus menerus akan memudahkan dalam proses adaptasi.
Dx 3. Kurang pengetahuan tentang tumor otak yang berhubungan dengan ketidaktahuan tentang sumber informasi
Tujuan                : Informasi tentang perawatan diri dan status nutrisi dipahami setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
Kriteria hasil      :
- Klien menyatakan pemahaman tentang informasi yang diberikan
- Klien menyatakan kesadaran dan merencanakan perubahan pola perawatan diri
Intervensi           :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
R/ : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dalam penerimaan informasi, sehingga dapat memberikan informasi secara tepat
2. Diskusikan hubungan tentang agen penyebab terhadap penyakit Ca. Paru
R/ : Memberikan pemahaman kepada pasien tentang hal-hal yang menjadi pencetus penyakit
3. Jelaskan tanda dan gejala perforasi
R/ : Gejala perforasi adalah nyeri pada dada
4. Jelaskan pentingnya lingkungan tanpa stress
R/ : Untuk mencegah peningkatan stimulasi simpatis
5. Diskusikan tentang metode pelaksanaan stress
R/ : Cara penatalaksanaan stress : relaksasi, latihan dan pengobatan
Dx 4 Kecemasan yang berhubungan dengan penyakit kronis dan masa depan yang tidak pasti.
Tujuan                : Kecemaskan dapat diminimalkan setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil     : Kecemasan berkurang.
Intervensi           :
1. Mendengarkan keluhan klien dengan sabar.
R / : Menghadapi isu pasien dan perlu dijelaskan dan membuka cara penyelesaiannya.
2. Menjawab pertanyaan klien dan keluarga dengan ramah.
R / : Membuat pasien yakin dan percaya.
3. Mendorong klien dan keluarga mencurahkan isi hati.
R / : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan persepsi.
4. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik.
R / : Menjalin hubungan saling percaya pasien.
5. Berikan kenyamanan fisik pasien.
R / : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman
ekstrem/ketidaknyamanan fisik menetap.







ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS

DIABETES MELLITUS
A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

B. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

C. Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

D. Patofisiologi/Pathways

E. Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.

Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.

Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa

Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)

Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler
<>
<80
<110
<90
100-200
80-200
110-120
90-110
>200
>200
>126
>110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

H. Pengkajian
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
- Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
- Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

- Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
- Integritas Ego
Stress, ansietas
- Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
- Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
- Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
- Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
- Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
- Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

I. Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2. Kekurangan volume cairan
3. Gangguan integritas kulit
4. Resiko terjadi injury

J. Intervensi
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
- Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
- Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
- Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
- Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
- Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
- Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
- Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
- Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
- Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
- Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
- Kolaborasi dengan ahli diet.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :
- Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
- Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
- Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
- Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
- Pantau masukan dan pengeluaran
- Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
- Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
- Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
- Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
- Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
- Kaji tanda vital
- Kaji adanya nyeri
- Lakukan perawatan luka
- Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
- Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.



4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi :
- Hindarkan lantai yang licin.
- Gunakan bed yang rendah.
- Orientasikan klien dengan ruangan.
- Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
- Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi













APPENDISITIS


I.                   PENGERTIAN
Appendisitis adalah inflamasi akut pada appendisits verniformis dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Brunner & Suddart, 1997)

II.                ETIOLOGI
Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh:
a.       Fekalis/ massa keras dari feses
b.      Tumor, hiperplasia folikel limfoid
c.       Benda asing

III.             PATOFISIOLOGI
Appendisitis yang terinflamasi dan mengalami edema. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intra luminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif dalam beberapa jam, trlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Appendiks terinflamasi berisi pus












IV.              PATHWAYS

Idiopatik                 makan tak teratur                      Kerja fisik yang keras
 


                                    Massa keras feses
                                   
                                    Obstruksi lumen
                                   
                                    Suplay aliran darah menurun
                                    Mukosa terkikis
 


·        Perforasi           Peradangan pada appendiks                     distensi abdomen
·        Abses
·        Peritonitis                                    Nyeri
Menekan gaster

Appendiktomy             pembatasan intake cairan       peningk prod HCL                                                                            

Insisi bedah                                                                           mual, muntah

Resiko kurang volume cairan


Resiko terjadi infeksi

Terputusnya kontinuitas jaringan
                                                                                   
                                  

Nyeri
                                              







V.                 TANDA DAN GEJALA
·     Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
·     Mual, muntah
·     Anoreksia, malaisse
·     Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney
·     Spasme otot
·     Konstipasi, diare
(Brunner & Suddart, 1997)

VI.              PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
·     Sel darah putih : lekositosis diatas 12000/mm3, netrofil meningkat sampai 75%
·     Urinalisis          : normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada
·     Foto abdomen: Adanya pergeseran material pada appendiks (fekalis) ileus terlokalisir
·     Tanda rovsing (+) : dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah
(Doenges, 1993; Brunner & Suddart, 1997)

VII.           KOMPLIKASI
·     Komplikasi utama adalah perforasi appediks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses apendiks
·     Tromboflebitis supuratif
·     Abses subfrenikus
·     Obstruksi intestinal




VIII.        PENATALAKSANAAN
·     Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan
·     Antibiotik  dan cairan IV diberikan sampai pembedhan dilakukan
·     Analgetik diberikan setelah diagnosa ditegakkan
Apendektomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
(Brunner & Suddart, 1997)

IX.              PENGKAJIAN
1.      Aktivitas/ istirahat: Malaise
2.      Sirkulasi : Tachikardi
3.      Eliminasi
·        Konstipasi pada  awitan awal
·        Diare (kadang-kadang)
·        Distensi abdomen
·        Nyeri tekan/lepas abdomen
·        Penurunan bising usus
4.      Cairan/makanan : anoreksia, mual, muntah
5.      Kenyamanan
Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam
6.      Keamanan : demam
7.      Pernapasan
·     Tachipnea
·     Pernapasan dangkal
(Brunner & Suddart, 1997)



X.     DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1.      Resiko tinggi terjadi infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi,peritonitis sekunder terhadap proses inflamasi
Tujuan : tidak terjadi infeksi
Kriteria:
·     Penyembuhan luka berjalan baik
·     Tidak ada tanda infeksi seperti eritema, demam, drainase purulen
·     Tekanan darah >90/60 mmHg
·     Nadi < 100x/menit dengan pola dan kedalaman normal
·     Abdomen lunak, tidak ada distensi
·     Bising usus 5-34 x/menit
Intervensi:
a. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Waspadai nyeri yang menjadi hebat
b.      Awasi dan catat tanda vital terhadap peningkatan suhu, nadi, adanya pernapasan cepat dan dangkal
c.       Kaji abdomen terhadap kekakuan dan distensi, penurunan bising usus
d.      Lakukan perawatan luka dengan tehnik aseptik
e.       Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/drain, eriitema
f.        Kolaborasi: antibiotik

2.      Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh onflamasi, adanya insisi bedah
Kriteria hasil:
·        Persepsi subyektif tentang nyeri menurun
·        Tampak rileks
·        Pasien dapat istirahat dengan cukup
Intervensi:
a.       Kaji nyeri. Catat lokasi, karakteristik nyeri
b.      Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
c.       Dorong untuk ambulasi dini
d.      Ajarkan tehnik untuk pernafasan diafragmatik lambat untuk membantu melepaskan otot yang tegang
e.       Hindari tekanan area popliteal
f.        Berikan antiemetik, analgetik sesuai program
3.      Resiko tinggi kekurangan cairan tubuhb.d inflamasi peritoneum dengan cairan asing, muntah praoperasi, pembatasan pasca operasi
Kriteria hasil;
·     Membran mukosa lembab
·     Turgor kulit baik
·     Haluaran urin adekuat: 1 cc/kg BB/jam
·     Tanda vital stabil
Intervensi:
a.       Awasi tekanan darah dan tanda vial
b.      Kaji turgor kulit, membran mukosa, capilary refill
c.       Monitor masukan dan haluaran . Catat warna urin/konsentrasi
d.      Auskultasi bising usus. Catat kelancara flatus
e.       Berikan perawatan mulut sering
f.        Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi
g.       Berikan cairan IV dan Elektrolit
4.      Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan  b.d kurang informasi
Kriteria:
·  Menyatakan pemahamannya tentang proese penyakit, pengobatan
·  Berpartisipasidalam program pengobatan
Intervensi
a.       Kaji ulang embatasan aktivitas paska oerasi
b.      Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahatperiodik
c.       Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi
d.      Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh peningkatan nyeri, edema/eritema luka, adanya drainase
(Doenges, 1993)

DAFTAR PUSTAKA

1.      Doenges, Marilynn E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta. EGC

2.      Price, SA, Wilson,LM. (1994). Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Buku Pertama. Edisi 4. Jakarta. EGC

3.      Smeltzer, Bare (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner & suddart.  Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

4.      Swearingen. (1996). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. K\Jakarta. EGC





CKB
I.        Diagnosa keperawatan

Dx. Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d adanya akumulasi sekret dan perdarahan ditandai dengan :
DS :  -  
DO :
-   Sesak nafas (+)
-   RR :  30 x/ menit
-   Sekret (+)
-   Ronchi (+)
-   Perdarahan (+)
-   Sumbatan jalan nafas (+)
-   TD : 100/ 80 mmHg
-   Nadi lemah
-   frekuensi nadi 108 x/menit
-   Irama tidak teratur
-   Akral dingin

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan bersihan jalan nafas kembali normal dengan kriteria :
-   sesak (-)
-   RR : 20 x/menit
-   Sekret (-)
-   Ronchi (-)
-   HR : 80 x/ mnt
-   Akral hangat













-   Pantau TTV, catat adanya perubahan TD

-   Kaji bersihan jalan nafas

-   Kaji frekuensi pernafasan


-   Kolaborasi pemasangan gudel dan ETT


-   Lakukan suction

-   Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi

-   Kaji reflek batuk dan menelan





-   Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia

-   Mengetahui adanya sumbatan jalan nafas

-   Takhipnea terjadi bila terdapat kekurangan suplay oksigen pada salah satu organ tubuh

-   Mencegah penutupan saluran nafas oleh lidah dan membebaskan saluran nafas dari sekret

-   Menghilangkan sumbatan jalan nafas

-   Membantu mempertahankan asupan oksigen dalam tubuh



-   Mencegah penumpukan sekret

Gangguan perfusi jaringan serebral b/d perdarahan serebral ditandai dengan :
DS :  -
DO :
-   GCS  : 7
-   Kesadaran prekoma
-   Pupil isokor
-   Perdarahan hidung (+)
-   Perdarahan telinga (+)
-   HR  :  108 x/ menit
-   TD 100/ 80 mmHg
-   CRT : 4 detik
-   T : 37,8° C
-   Akral dingin
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan gangguan perfusi jaringan serebral teratasi dengan kriteria :
-   GCS  : 15
-   Kesadaran CM
-   Perdarahan (-)
-   TD dalam batas normal
-   CRT 2 detik
-   Akral hangat
-   Monitor status neurologis sesering mungkin

-   monitor TTV setiap jam




-   Pertahankan posisi kepala dengan posisi ditinggikan 15-30 °

-   Evaluasi pupil, catat ukuran dan reaksinya







-   Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.

-   Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien

-   Kolaborasi pemberian obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar

-   Mengetahui tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK



-   Adanya pernafasan yang Irreguler indikasi terhadap adanya penigkatan Metabolisme sebagai reaksi terhadap infeksi

-   Menurunkan tekanan arteri dan meningkatkan sirkulasi jaringan serebral



-   Reaksi Pupil digerakkan oleh Saraf Kranial Oculomotoris dan untuk menentukan refleks batang otak, pergerakan mata membantu menentukan area cidera dan tanda awal Peningkatan Tekanan Intra Kranial adalah terganggunya Abduksi mata

-   Kejang terjadi akibat Iritasi Otak, Hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan Tekanan Intra Kranial.



-   Dapat menurunkan Hipoksia Otak.



-   Membantu menurunkan Tekanan Intra Kranial secara biologis/ kimia seperti Diuretik Osmotik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan Udem Otak






BENIGNA PROSTAT HYPERTROPI (BPH)


I.          PENGERTIAN

BPH (Benigna Prostat Hyperplasi) adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (urethra).

ETIOLOGI
Mulai ditemukan pada umur kira-kira 45 tahun dan frekuensi makin bertambah sesuai dengan bertambahnya umur, sehingga diatas umur 80 tahun kira-kira 80 % menderita kelainan ini.
Sebagai etiologi sekarang dianggap ketidakseimbangan endokrin.  Testosteron dianggap mempengaruhi bagian tepi prostat, sedangkan estrogen (dibuat oleh kelenjar adrenal) mempengaruhi bagian tengah prostat.

TANDA DAN GEJALA
Walaupun hyperplasi prostat selalu terjadi pada orangtua, tetapi tidak selalu disertai gejala-gejala klinik.
Gejala klinik terjadi terjadi oleh karena 2 hal, yaitu :
1.      Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
2.      Retensi air kemih dalam kandung kemih yang menyebabkan dilatasi kandung kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.

Gejala klinik dapat berupa :
·        Frekuensi berkemih bertambah
·        Berkemih pada malam hari.
·        Kesulitan dalam hal memulai dan menghentikan berkemih.
·        Air kemih masih tetap menetes setelah selesai berkemih.
·        Rasa nyeri pada waktu berkemih.
Kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui, penderita sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan kateter.
Selain gejala-gejala di atas oleh karena air kemih selalu terasa dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selanjutnya kerusakan ginjal yaitu hydroneprosis, pyelonefritis.

PATOFISIOLOGI
BPH terjadi pada umur yang semakin tua (> 45 tahun ) dimana fungsi testis sudah menurun. Akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan hormon testosteron dan dehidrotesteosteron sehingga memacu pertumbuhan / pembesaran prostat.
Makrokospik dapat mencapai 60 - 100 gram dan kadang-kadang lebih besar lagi hingga 200 gram atau lebih.
Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak mengenai bagian posterior dari pada lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal sebagai lobus posterior, yang sering merupakan tempat berkembangnya karsinoma (Moore)
Tonjolan ini dapat menekan urethra dari lateral sehingga lumen urethra menyerupai celah, atau menekan dari bagian tengah. Kadang-kadang penonjolan itu merupakan suatu polip yang sewaktu-waktu dapat menutup lumen urethra.
Pada penampang, tonjolan itu jelas dapat dibedakan dengan jaringan prostat yang masih baik. Warnanya bermacam-macam tergantung kepada unsur yang bertambah.
Apabila yang bertambah terutama unsur kelenjar, maka  warnanya kung kemerahan, berkonsistensi lunak dan terbatas tegas dengan jaringan prostat yang terdesak, yang berwarna putih keabu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan maka akan keluar caiaran seperti susu.
Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah, maka tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan seperti halnya jaringan prostat yang terdesak sehingga batasnya tidak jelas.
Gambaran mikroskopik juga bermacam-macam tergantung pada unsur yang berproliferasi. Biasanya yang lebih banyak berproliferasi ialah unsur kelenjar sehingga terjadi penambahan kelenjar dan terbentuk kista-kista yang dilapisi oleh epitel torak atau koboid selapis yang pada beberapa tempat membentuk papil-papil ke dalam lumen. Membran basalis masih utuh.
Kadang-kadang terjadi penambahan kelenjar yang kecil-kecil sehingga menyerupai adenokarsinoma. Dalam kelenjar sering terdapat sekret granuler, epitel yang terlepas dan corpora anylacea.
Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah, maka terjadi gambaran yang terjadi atas jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang letaknya saling berjauhan. Gambaran ini juga dinamai hiperplasi fibrimatosa atau hiperplasi leiomymatosa.
Pada jaringan ikat atau jaringan otot biasanya terdapat serbukan limfosit.
Selain gambaran di atas sering terdapat perubahan lain berupa :
1.      Metaplasia skwamosa epitel kelenjar dekat uretra.
2.      Daerah infark yang biasanya kecil-kecil dan kadang-kadang terlihat di bawah mikroskop.
Tanda dan gejala dari BPH adalah dihasilkan oleh adanya obstruksi jalan keluar urin dari kandung kemih
Ada tiga cara pengkuran besarnya  hipertropi prostat :

Rectal Grading, yaitu dengan rectal toucher diperkirakan berapa cm prostat yang menonjol ke dalam lumen rektum yang dilakukan sebaiknya pada saat buli-buli kosong.
Gradasi ini adalah :
0 - 1 cm           : grade 0
1 - 2 cm           : grade 1
2 - 3 cm           : grade 2
3 - 4 cm           : grade 3
> 4 cm             : grade 4
Pada grade 3 - 4 batas prostat tidak teraba. Prostat fibrotik, teraba lebih kecil dari normal.

Clinical Grading, dalam hal ini urine menjadi patokan. Pada pagi hari setelah bangun pasien disuruh kencing sampai selesai, kemudian di masukan kateter ke dalam buli-buli untuk mengukur sisa urine.
Sisa urine 0 cc : normal
Sisa urine 0-50 cc         : grade 1
Sisa urine 50-150 cc     : grade 2
Sisa urine > 150 cc       : grade 3
Tidak bisa kencing        : grade 4

Intra Uretral Grading, dengan alat perondoskope dengan diukur / dilihat bebrapa jauh penonjolan lobus  lateral ke dalam lumen uretra.


Grade I :
Clinical grading sejak berbulan-bulan, bertahun-tahun, mengeluh kalau kencing tidak lancar, pancaran lemah, nokturia.
Grade II :
Bila miksi terasa panas, sakit, disuria.
Grade III :
Gejala makin berat
Grade IV :
Buli-buli penuh, disuria, overflow inkontinence. Bila overflow inkontinence dibiarkan dengan adanya infeksi dapat terjadi urosepsis berat. Pasien menggigil, panas 40-41° celsius, kesadaran menurun.

Komplikasi :
·        Urinary traktus infection
·        Retensi urin akut
·        Obstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis dan gangguan fungsi ginjal.
Bila operasi bisa terjadi :
·        Impotensi (kerusakan nevron pudendes)
·        Hemoragic paska bedah
·        Fistula
·        Striktur paska bedah
·        Inkontinensia urin

PEMERIKSAAN FISIK
·        Urinolisis
·        Urine kultur
·        Pemeriksaan fisik




PENATALAKSANAAN
Konservatif
Obat-obatan      : Antibiotika,  jika perlu.
Self Care           :
·        Kencing dan minum teratur.    
·        Rendam hangat, seksual intercourse

Pembedahan
·        Retropubic Prostatectomy
·        Perineal Prostatectomy
·        Suprapubic / Open Prostatectomy
·        Trans Uretrhal Resectio (TUR), yaitu : Suatu tindakan untuk menghilangkan obstruksi prostat dengan menggunakan cystoscope melalui urethra. Tindakan ini dlakukan pada BPH grade I.
Kontraindikasi tindakan pembedahan :
Orangtua dengan :
·        Decompensasi kordis
·        Infark jantung baru
·        Diabetes militus
·        Malnutrisi berat
·        Dalam keadaan koma
·        Tekanan darah sistol 200 - 260 mmHg.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pasien post TUR Prostat :
·        Drainase urine, meliputi : kelancaran, warna, jumlah, cloting.
·        Kebutuhan cairan : minum adekuat  (± 3 liter/hari)
·        Program “Bladder Training” yaitu latihan kontraksi otot-otot perineal selama 10 menit, dilakukan 4 kali sehari.
Dan menentukan jadwal pengosongan kandung kemih: Bokong pasien diletakkan di atas stekpan / pispot atau pasien diminta ke toilet selama 30 menit - 2 jam untuk berkemih.
·        Diskusikan pemakaian kateter intermiten.
·        Monitor timbul tanda-tanda infeksi (Kalor, Dolor, Rubor, Tumor, Fungsilaesa)
·        Rawat kateter secara steril tiap hari. Pertahankan posisi kateter, jangan sampai tertekuk.
·        Jelaskan perubahan pola eliminasi dan pola seksual.
·        Fungsi normal kandung kemih akan kembali dalam waktu 2 -3 minggu, namun dapat juga sampai 8 bulan yang perlu diikuti dengan latihan perineal / Kegel Exercise.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.      Sirkulasi :
·        Peningkatan tekanan darah (efek lebih lanjut pada ginjal )
2.      Eliminasi :
·        Penurunan kekuatan / kateter berkemih.
·        Ketidakmampuan pengosongan kandung kemih.
·        Nokturia, disuria, hematuria.
·        Duduk dalam mengosongkan kandung kemih.
·        Kekambuhan UTI, riwayat batu (urinary stasis).
·        Konstipasi (penonjolan prostat ke rektum)
·        Masa abdomen bagian bawah, hernia inguinal, hemoroid (akibat peningkatan tekanan abdomen pada saat pengosongan kandung kemih)
3.      Makanan / cairan:
·        Anoreksia, nausea, vomiting.
·        Kehilangan BB mendadak.
4.      Nyeri / nyaman :
·        Suprapubis, panggul, nyeri belakang, nyeri pinggang belakang, intens (pada prostatitis akut).
5.      Rasa nyaman :  demam
6.      Seksualitas :
·        Perhatikan pada efek dari kondisinya/tetapi kemampuan seksual.
·        Takut beser kencing selama kegiatan intim.
·        Penurunan kontraksi ejakulasi.
·        Pembesaran prostat.
7.      Pengetahuan / pendidikan :
·        Riwayat adanya kanker dalam keluarga, hipertensi, penyakit gula.
·        Penggunaan obat antihipertensi atau antidepresan, antibiotika / antibakterial untuk saluran kencing, obat alergi.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN BPH

No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Rencana Tindakan
1.
Perubahan pola eliminasi urin ; sehubungan dengan :
·         Mekanisme obstruksi : bekuan darah, edem, truma, prosedur pem-bedahan.
·         Tekanan dan iritasi kateter / balon
·         Kehilangan tonus kandung kemih aki bat over distersi pada preoperasi atau dekom-presi terus-menerus.
ditandai dengan :
·         Sering kencing, dys uria, inkontinensia, retensi urin.
·         Blas penuh, supra-pubis tidak nyaman.

Tujuan  :  Jumlah urine normal dan tanpa retensi.

Kriteria  :
1.        Klien mampu mengosongkan kandung kencing setiap 2 - 4 jam.
2.        Klien mampu me-lakukan perineal exercise.
3.        Klien B.a.k 1500 cc / 24 jam.

·         Kaji pengeluaran urine dan sistem drainage atau kateter terutama selama blader irigasi.
·         Kaji kemampuan klien untuk mengosongkan kandung kemih contoh, berapa kali klien ke kamar mandi untuk buang air kecil.
·         Catat waktu, jumlah, ukur an, urine setelah kateter diangkat.
·         Anjurkan klien untuk mengo-songkan kandung kemih setiap 2 - 4 jam.
·         Anjurkan klien banyak minum 2500 - 3000 cc per hari jika tidak ada kontra indikasi. Kurangi minum pada malam hari setelah keteter dilepaskan.
·         Anjurkan klien untuk perineal exercise, contoh dengan mengerutkan bokong, menahan urine, baru mengalirkan urine.
2.
Resiko tinggi untuk kekurangan volume cairan : sehubungan dengan :
·         Perdarahan pada area pembedahan
·         Pembatasan intake preoperasi.
ditandai dengan :
·         Post TUR Prostat hari ke II
·         Masih terpasang kateter dan irigasi drip NaCl 0,9 %
Tujuan  : Kebutuhan cairan klien terpenuhi.


Kriteria  : Jumlah cairan yang masuk dan keluar seimbang
·         Catat cairan yang masuk dan keluar tiap 8 jam  dan total dalam 24 jam.
·         Kaji mukosa mulut dan kekenyalan kulit.
·         Observasi tanda vital tiap 4 jam atau sesuai kebutuhan.
·         Berikan cairan peroral atau infus sesuai program medik ( 2500 - 3000 cc / 24 jam ).

3.
Resiko tinggi untuk infeksi : sehubungan dengan :
·         Prosedur invasif, instrumentasi sela-ma operasi, kateter, seringnya irigasi kandung kemih.
·         Jaringan traumatik, insisi bedah.
·         Refluk urine ke dalam kandung kemih.
·         Terbukanya sistem drainage urine.
ditandai dengan :
·         Post TUR Prostat hari ke II
·         Masih terpasang kateter dengan irigasi drip NaCl  0,9 %.

Tujuan  : klien terhindar dari re-siko infeksi salur an kemih.
Kriteria :
·         Tanda vital dalam keadaan normal.
·         Urine bersih dan jernih.
·         Tidak terasa nyeri.

·         Memasang dan melepaskan kateter dengan cara aseptik dan antiseptik.
·         Rawat kateter dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
·         Cegah terjadinya refluks urine yaitu kembalinya urine ke kandung kemih.
Dengan cara : menggantung urine bag lebih rendah dari kandung kemih.
Dan klem kateter bila akan memindahkan klien.
·         Gunakan tehnik aseptik pada saat mengosongkan urine bag.
·         Ganti kateter setiap 7 - 10 hari dengan tehnik aseptik .
·         Irigasi kateter dilakukan dengan tehnik aseptik dan antiseptik
·         Anjurkan klien banyak minum 2500 cc - 3000 cc / hari bila tidak ada kontra
 indikasi 
·         Mengukur / mengamati tanda kardinal klien setiap 4 jam atau sesuai
 kebutuhan.
·         Kolaborasi dengan Tim medis untuk penberian antibiotik atau pemeriksaan   
 diagnostik
4.
·         Nyeri akut : sehubungan dengan :
·         Iritasi mukosa kandung kemih.
·         Spasme otot sehubungan dengan prosedur operasi atau penekanan dari balon (traksi)
·         ditandai dengan :
·         Dilaporkannya adanya nyeri pada pangkal alat kelamin dari perut bagian bawah.
·         Wajah meringis kesakitan.
·         Respon autonomik

Tujuan  : nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Kriteria  :
·         Klien dapat mengontrol nyeri dengan menggunakan skala nyeri 1 - 10
·         Klien tampak rileks.
Klien dapat beristirahat dengan tenang
·         Kaji intensitas nyeri dengan skala  1- 10.
·         Fiksasi kateter dengan cara yang tepat agar tetap stabi sehingga tidak menimbulkan gesekan baru pada mukosa urethra.
·         Fiksasi selang urine pada alat tenun disamping klien dengan menggunakan peniti atau klem yang telah tersedia pada set urine bag.
·         Gunakan kateter menetap dengan nomor atau ukuran yang sesuai agar tidak menimbulkan iritasi pada urethra.
·         Anjurkan pada klien untuk tehnik relaksasi dengan cara menarik napas panjang dan menghembuskannya.
·         Hindari gerakan atau tarikan mendadak pada selang kateter untuk menghindari trauma baru pada urethra.
·         Kempiskan balon kateter sampai habis sebelum melepaskan kateter dan keluarkan kateter secara perlahan.
·         Kolaborasi pemberian analgetik dengan medik bila diperlukan.
5.
Resiko tinggi untuk disfungsi seksual: sehubungan dengan :

·         Situasi krisis (inkontinensia, kondisi area genital)
·         Perubahan status kesehatan.
ditandai dengan :
·         Pola berkemih saat ini lewat kateter.
·         Post TUR Prostat hari ke II (kemungkinan ada kerusakan N> Pudendus)

Tujuan  :  klien dapat menerima dan beradaptasi terhadap keadaannya.
Kriteria  :
·         Klien tampak rileks.
·         Klien menyatakan cemas berkurang.


·         Diskusikan bersama klien tentang anatomi dan fisiologi fungsi seksual secara singkat.
·         Jelaskan pada klien tentang tujuan dan manfaat pemakaian kateter yang menetap.
·         Anjurkan klien untuk berdialog dengan sesama klien yang menggunakan kateter.
·         Berikan kesempatan pada klien untuk saling mengungkapkan perasaan dengan pasangannya.
Ciptakan suasana humor pada saat merawat klien. Bila perlu konsulkan pada psikolog atau seksolog.


DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan pada pasien post TUR Prostat adalah sebagai berikut :

1.      Perubahan pola eliminasi uri ; sehubungan dengan :
·        Mekanisme obstruksi : bekuan darah, edem, truma, prosedur pembedahan.
·        Tekanan dan iritasi kateter / balon
·        Kehilangan tonus kandung kemih akibat over distersi pada preoperasi atau dekompresi terus-menerus.
ditandai dengan :
·        Sering kencing, dysuria, inkontinensia, retensi urin.
·        Blas penuh, suprapubis tidak nyaman.
      Tujuan  :  Jumlah urine normal dan tanpa retensi.
      Kriteria  :
1.      Klien mampu mengosongkan kandung kencing setiap 2 - 4 jam.
2.      Klien mampu melakukan perineal exercise.
3.      Klien B.a.k 1500 cc / 24 jam.
       Intervensi
·        Kaji pengeluaran urine dan sistem drainage atau kateter terutama selama blader irigasi.
·        Kaji kemampuan klien untuk mengosongkan kandung kemih contoh, berapa kali klien kekamar mandi untuk buang air kecil.
·        Catat waktu, jumlah, ukuran, urine setelah kateter diangkat.
·        Anjurkan klien untuk mengosongkan kandung kemih setiap 2 - 4 jam.
·        Anjurkan klien banyak minum 2500 - 3000 cc per hari jika tidak ada kontra indikasi. Kurangi minum pada malam hari setelah keteter dilepaskan.
·        Anjurkan klien untuk perineal exercise, contoh dengan mengerutkan bokong, menahan urine, baru mengalirkan urine.
      
2.      Resiko tinggi untuk kekurangan volume cairan : sehubungan dengan :
·        Perdarahan pada area pembedahan
·        Pembatasan intake preoperasi.
ditandai dengan :
·        Post TUR Prostat hari ke II
·        Masih terpasang kateter dan irigasi drip NaCl 0,9 %

       Tujuan  : Kebutuhan cairan klien terpenuhi.
        Kriteria  : Jumlah cairan yang masuk dan keluar seimbang.
        Intervensi :
·        Catat cairan yang masuk dan keluar tiap 8 jam  dan total dalam 24 jam.
·        Kaji mukosa mulut dan kekenyalan kulit.
·        Observasi tanda vital tiap 4 jam atau sesuai kebutuhan.
·        Berikan cairan peroral atau infus sesuai program medik ( 2500 - 3000 cc / 24 jam ).

3.      Resiko tinggi untuk infeksi : sehubungan dengan :
·        Prosedur invasif, instrumentasi selama operasi, kateter, seringnya irigasi kandung kemih.
·        Jaringan traumatik, insisi bedah.
·        Refluk urine ke dalam kandung kemih.
·        Terbukanya sistem drainage urine.
ditandai dengan :
·        Post TUR Prostat hari ke II
·        Masih terpasang kateter dengan irigasi drip NaCl  0,9 %.
Tujuan  : klien terhindar dari resiko infeksi saluran kemih.
Kriteria :
       - Tanda vital dalam keadaan normal.
       - Urine bersih dan jernih.
       - Tidak terasa nyeri.
Intervensi :
·        Memasang dan melepaskan kateter dengan cara aseptik dan antiseptik.
·        Rawat kateter dengan tehnik aseptik dan antiseptik.
·        Cegah terjadinya refluks urine yaitu kembalinya urine ke kandung kemih.
Dengan cara : menggantung urine bag lebih rendah dari kandung kemih.
                       Dan klem kateter bila akan memindahkan klien.
·        Gunakan tehnik aseptik pada saat mengosongkan urine bag.
·        Ganti kateter setiap 7 - 10 hari dengan tehnik aseptik .
·        Irigasi kateter dilakukan dengan tehnik aseptik dan antiseptik
·        Anjurkan klien banyak minum 2500 cc - 3000 cc / hari bila tidak ada kontra
 indikasi 
·         Mengukur / mengamati tanda kardinal klien setiap 4 jam atau sesuai
 kebutuhan.
·         Kolaborasi dengan Tim medis untuk penberian antibiotik atau pemeriksaan   
 diagnostik
4.      Nyeri akut : sehubungan dengan :
·        Iritasi mukosa kandung kemih.
·        Spasme otot sehubungan dengan prosedur operasi atau penekanan dari balon (traksi)
ditandai dengan :
·        Dilaporkannya adanya nyeri pada pangkal alat kelamin dari perut bagian bawah.
·        Wajah meringis kesakitan.
·        Respon autonomik
       Tujuan  : nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.
       Kriteria  :
·        Klien dapat mengontrol nyeri dengan menggunakan skala nyeri 1 - 10
·        Klien tampak rileks.
·        Klien dapat beristirahat dengan tenang.

       Intervensi  :
·        Kaji intensitas nyeri dengan skala  1- 10.
·        Fiksasi kateter dengan cara yang tepat agar tetap stabi sehingga tidak menimbulkan gesekan baru pada mukosa urethra.
·        Fiksasi selang urine pada alat tenun disamping klien dengan menggunakan peniti atau klem yang telah tersedia pada set urine bag.
·        Gunakan kateter menetap dengan nomor atau ukuran yang sesuai agar tidak menimbulkan iritasi pada urethra.
·        Anjurkan pada klien untuk tehnik relaksasi dengan cara menarik napas panjang dan menghembuskannya.
·        Hindari gerakan atau tarikan mendadak pada selang kateter untuk menghindari trauma baru pada urethra.
·        Kempiskan balon kateter sampai habis sebelum melepaskan kateter dan keluarkan kateter secara perlahan.
·        Kolaborasi pemberian analgetik dengan medik bila diperlukan.

5.      Resiko tinggi untuk disfungsi seksual: sehubungan dengan :
·        Situasi krisis (inkontinensia, kondisi area genital)
·        Perubahan status kesehatan.
ditandai dengan :
·        Pola berkemih saat ini lewat kateter.
·        Post TUR Prostat hari ke II (kemungkinan ada kerusakan N> Pudendes)

       Tujuan  :  klien dapat menerima dan beradaptasi terhadap keadaannya.
        Kriteria  :
·        Klien tampak rileks.
·        Klien menyatakan cemas berkurang.

        Intervensi :
·        Diskusikan bersama klien tentang anatomi dan fisiologi fungsi seksual secara singkat.
·        Jelaskan pada klien tentang tujuan dan manfaat pemakaian kateter yang menetap.
·        Anjurkan klien untuk berdialog dengan sesama klien yang menggunakan kateter.
·        Berikan kesempatan pada klien untuk saling mengungkapkan perasaan dengan pasangannya.
Ciptakan suasana humor pada saat merawat klien. Bila perlu konsulkan pada psikolog atau seksolog.

6.      Kurangnya pengetahuan: sehubungan dengan :
·        Misinterpretasi informasi
·        Tidak familiar dengan informasi yang ada.
ditandai dengan :
·        Sering bertanya
·        Menanyakan ulang informasi
·        Kondisi miskonsepsi
·        Menunjukkan secara verbal masalahnya.
·        Tidak adekuat dalam mengikuti instruksi.

       Tujuan  : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengetahuan klien meningkat
        Kriteria :
·        Klien memahami tentang : pengertian, tanda dan gejala, prognosa, perawatan dan pengobatan
        Intervensi :
·        Kolaborasi dengan medik untuk menjelaskan pada klien tentang pengertian, tanda dan gejala, prognosa serta pengobatan
·        Diskusi bersama klien untuk mencegah infeksi saluran kemih
·        Diskusikan tentang cara mempertahankan aliran urin
·        Diskusikan cara mempertahankan volume cairan tubuh


7.     Potensial terjadinya sumbatan/obstruksi aliran urin sehubungan dengan :
·        Penyumbatan lubang /lumen kateter selang urin karena endapan urine atau bekuan darah
·        Tertekuk atau terpelintirnya kateter
        Tujuan : Kelancaran aliran urine dapat dipertahankan
         Kriteria :
·        Urine keluar lancar, 1500 cc/24 jam
         Intervensi :
·        Jaga kateter atau selang urine tidak tertekuk/terpelintir
·        Gantung urine bag lebih rendah dari kandung kemih
·        Bila selang urine terlalu panjang, gulung dan difiksasi diatas tempat tidur disamping klien
·        Lakukan irigasi kateter bila macet (kolaborasi dengan dokter)
·        Berikan cairan peroral atau infus 2500 - 5000 cc/24 jam (kolaborasi dengan dr)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Alfaro, R. (1986). Application of Nursing Proces : Step by Step Guide, Philadelphia : J.B. Lipincot Company.

Donna D. Ignatavius, Kathy A.H, (1997), Medical Surgical Nursing, 2nd Edition, W.B. Saunders Co., Philadelphia.

Doenges M.E. (1989), Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ), .        Philadelpia, F.A. Davis Company.

Luckmann, J (1997), Saunders Manual Of Nursing Care, W.B. Saunders Co, Philadelphia.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, St. Louis. Cv. Mosby Company.

Luckman N Sorensen, (1994), Medical Surgical Nursing, Fourth edition, W.B. Saunders          Co., Philadelphia.

 Sjamsu, R. Hidajat, Wim de Jong, (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.

Staf Pengajar FK- UI ( Bagian Bedah ), (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Bina Rupa        Aksara, Jakarta.
Patofisiologi 


Perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan hestrogen. 
ß
Testosteron bebas + enzim 5 a reduktase
ß
Dihodrolisis    ®    Dehidro Testosteron (DHT)
 

Diikat reseptor ( dalam sitoplasma sel prostat)
                                               ¯
                             DHT - Reseptor    ®     Inti Sel
 

                    
                             Mempengaruhi RNA

                                  ¯      sintesa protein

                       Proliferasi sel
 


Pembesaran prostat
    
     ¯

Rangsangan pada V U   Þ    Sering berkontraksi
                                                meski belum penuh


       
        Vesika dekompensasi
        Retensio urine ( residu urine )
        Rasa tidak puas (tuntas pada akhir 







Patofisiologi


Trauma langsung / benturan pada tulang
¯

Edema
Perdarahan
gangguan pada

¯

Tulang
Pembuluh darah
Saraf

¯

Manifestasi klinik :


·        Keterbatasan gerak
·        Gangguan sirkulasi  : Tachikardi
                                   Hipertensi
                                   Hipotensi
·        Gangguan neuro sensori : hilang rasa
                                          spasme
                                          otot
·        Nyeri
·        Gangguan integritas jaringan











Patofisiologi

Trauma pada kepala

¯
Akselerasi
Deselerasi
Rotasi
¯

1.       Perdarahan  : Extra dural
                              Sub dural
                              Intra cerebral

2. Edema cerebral : meningkatkan tekanan
     intra kranial     -------   hipoksia cerebral

3. Keluarnya cairan serebro spinal

4. Lokal infeksi








1 komentar: